Selasa, 08 Maret 2011

Habluminallah VS Habluminannas

 Kadang setiap hari dilingkungan tempat kita berada dilingkungan kerja, tempat tinggal maupun keluarga sendiri
Sering kita menemukan karakter dan sikap-sikap orang yang berbeda-beda, tak jarang antara sifat yang satu dengan yang lainya itu saling berbenturan karena setiap orang itu memang memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda-beda dalam setiap hal,namun justru perbedaan itulah yang seharusnya menjadikan kita lebih untuk menghargai dan menghormati orang lain,jangan dengan perbedaan itu malah membuat lingkungan tidak nyaman bahkan bisa menimbulkan perselisihan.
 Dalam hidup manusia ada istilah hubungan vertikal antara manusia dgn Tuhannya (habluminallah) dan hubungan horizontal antara manusia dgn manusia lainnya (habluminannas), dimana keduanya harus seimbang tidak boleh mengabaikan salah satu diantara kedua hal tersebut  karena semua akan ada konsekuensinya.

 Tapi dalam praktik sehari-hari anatara habluminallah dan habluminannas banyak yang kita lihat sangat tidak seimbang, misalnya ada orang yang sholatnya tepat waktu, rajin mengaji dan banyak bersedekah, berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan tetapi konteks hubunganya dengan manusia kurang harmonis, misal dalam lingkungan kerja,masih ghibahin kejelekan dan aib teman,berkata kasar,bahkan tanpa sadar kita suka menertawai dan bercanda yang menyakiti hati teman kita sendiri,bahkan kadang-kadang suka tertawa yang berlebihan.

 Kita pasti tahu bahwa Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. “Apakah ghibah itu?” Tanya seorang sahabat pada Rasulullah SAW. “Ghibah adalah memberitahu kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya memang benar?” Tanya sahabat lagi. “ Jika benar itulah ghibah, jika tidak benar itulah dusta!” tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil dari HR Abu Hurairah.
Dalam Al Qur’an (QS 49:12), orang yang suka menggibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra. Meriwayatkan “ Ketika kami bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat seperti bau bangkai maka Rasul pun bersabda, “Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah orang lain”. (HR Ahmad)

Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Pada malam Isra’ mi’raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang terbuat dari tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka sendiri. Lalu aku bertanya pada Jibril” Siapa merka?” Jibril menjawab, “Mereka itu suka memakan daging manusia, suka membicarakan dan menjelekkan orang lain, mereka inilah orang-orang yang gemar akan ghibah!” (dari Abu Daud yang berasal dari Anas bin Malik ra).

Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka menggibah dengan perumpamaan yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa buruknya tindakan ghibah. 

Oleh karena itu apabila hubungan kita dengan Allah memang sudah baik,secara otomatis hubungan manusiapun juga pasti akan mengikuti menjadi baik, selaras dan seimbang pasti kita akan menjaga tutur kata kita serta perbuatan kita agar tidak menyakiti orang lain.Kalau kita lihat dalam praktik secara kasat mata secara batiniah habluminallah sudah sangat rajin, tapi praktik secara habluminannas masih NOL besar, berarti timbul pertanyaan apakah hubunganya kepada Allah cuma sekedar dalam bentuk praktik saja tapi tidak sampai dalam hati berarti bisa dibilang sia-sia dengan amalan dan perbuatan yang telah dia lakukan selama ini. na'andzubillahimindzalik.

Semoga sebagai insan kita bisa  menyeimbangkan anatara habluminallah dan habluminannas. Ammin Ya Rob


NB : Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan  kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda memilih hengkang dan ‘menyelamatkan diri’



1 komentar:

  1. Tapi waluapun Rosulluallah telah mengatakan tentang bahay Ghibah,bahkan ibaratnya seprti makan daging sudaranya sendiri,akan tetapi pada kenyataanya diantara kita tetap saja melakukan Ghibah..aundzubillahimindhalik

    BalasHapus